Malam.
Gue mau share sebuah fanfic keren buatan kaskuser dg ID , cekidot!
Remnants of the Past - Sisa Masa Lalu
Matahari
bersinar terik siang itu, di SMU Teitan. Hari itu hari terakhir mereka
sebelum liburan musim panas dimulai. Para guru, meskipun begitu, tetap
bertekad memberikan pelajaran sampai bel berbunyi, mengabaikan keluh
kesah murid. Ai Haibara memandang keluar melewati jendela kelasnya,
pikirannya menerawang ke tempat lain…atau lebih tepatnya, ke waktu
tertentu.
Sudah sepuluh tahun berlalu…semenjak hari itu, ya?
-Flashback-
“Conan!!” teriak Ayumi di sampingnya, histeris. Ia memeluk erat-erat
gadis kecil itu, demikian juga Genta dan Mitsuhiko. Toh, hanya merekalah
yang tersisa dari Grup Detektif Cilik.
Mereka mengamati kobaran api yang terjadi dari kejauhan. Kelak, surat
kabar akan melaporkan bagaimana sebuah bekas pabrik minuman keras di
pinggiran kota terbakar secara misterius, namun ia tahu yang sebenarnya.
Tempat yang disebut-sebut ‘pabrik minuman’ tersebut, tidak lain dan
tidak bukan, adalah jalan masuk utama, sekaligus laboratorium milik
‘Kelompok Berjubah Hitam’ – Ai tersenyum ironis, mengutip nama julukan
yang dibuat oleh Conan untuk Organisasi.
Karena, Conan tidak kembali lagi dari peristiwa tersebut….
“Hei, di sini berbahaya, ayo pergi!” beberapa orang polisi datang
mendekati anak-anak tersebut, hendak mengungsikan mereka ke tempat yang
lebih aman. Ai mengenali kedua orang dari mereka. Miwako dan Takagi.
“Tidak!” Ayumi bersikeras, tangannya meremas tanah erat-erat. “Conan…”
Sebuah tangan hangat menggenggam tangan Ayumi, dan gadis kecil itu
berbalik, melihat seorang pemuda berusia belasan tahun, dengan tatapan
yang entah kenapa, terasa familiar.
“Conan pasti ingin kalian semua selamat.”
Ayumi akhirnya menurut, dan beranjak pergi ke arah mobil polisi,
meskipun masih menangis. Dan dia bukan satu-satunya. Seorang gadis
berambut hitam panjang, juga menangis menyaksikan kobaran api, dan
bersandar di bahu pemuda tersebut.
“Ran, sudahlah...”
“Tapi, Shinichi!” Ran kehabisan kata-kata untuk menggambarkan
perasaannya, kehilangan anak laki-laki yang sudah dia anggap adik
sendiri. Shinichi sendiri tidak dapat mengatakan apa-apa, meskipun
perasaan bersalah terpancar jelas dari wajahnya.
Ai Haibara sama sekali tidak menangis, tentu saja, namun ia mengamati
kejadian itu dari kejauhan, dan menyadari betapa ironi mempermainkan
mereka.
Hari itu, Conan Edogawa dinyatakan tewas dalam kebakaran. Hari yang
sama, Shinichi Kudo muncul kembali ke muka publik, memberikan laporan
lengkap mengenai kasus yang ia tangani, terkait Organisasi, kepada
kepolisian Jepang dan FBI.
Tentu saja, hanya sedikit sekali orang yang mengetahui kenyataan yang sebenarnya.
-End of Flashback-
“Ai, hei, Ai!” gadis berambut cokelat itu merasakan sikunya disodok oleh
penggaris. Ia menoleh, dan melihat Mitsuhiko nyengir ke arahnya. Anak
itu telah tumbuh pesat dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Raut
mukanya tampak lebih lancip dan dewasa, namun gaya rambutnya masih sama
seperti dulu, dan jerawat masih setia menghiasi kedua pipinya.
“Kau tahu kan ini hari apa? Aku sudah menghubungi Genta dan Ayumi, hari ini kita mengadakan peringatan seperti biasa.”
“Ah, ya.”
Terdengar bel berbunyi, dan murid-murid segera berdiri. Ai membutuhkan
beberapa waktu untuk membereskan barang-barangnya. Ia agak terkejut,
tapi senang, menyadari Mitsuhiko menunggunya di koridor ketika ia
keluar.
“Kuperhatikan kau banyak melamun hari ini,” kata Mitsuhiko, ketika
mereka berjalan menyusuri koridor. “Apa kau masih memikirkannya?”
“Tidak juga, sudah cukup lama…sudah sepuluh tahun kan? Tapi, seseorang
yang berarti bagiku meninggal hari ini, aku hanya sedikit mengenangnya.”
Ai berkata ringan.
“Begitu…” Mitsuhiko berkata menatap langit-langit. Mereka berpisah di gerbang sekolah.
“Ah, ada yang harus kukerjakan terlebih dahulu!” Mitsuhiko menatap jam
tangannya, “kita berkumpul di rumah Ayumi kelak, ya!” pemuda itu berlari
terlebih dahulu. Ai melambaikan tangan.
Ia berjalan sendiri lagi, menyusuri trotoar. Tanpa ada teman mengobrol
di sampingnya, pikirannya kembali mengingat beberapa peristiwa lain
malam itu, yang menuntun masa depannya menjadi seperti sekarang.
-Flashback-
“Ayah…Ibu…Kakak, semuanya sekarang sudah berakhir,” Ai berkata pada
udara kosong, menatap langit cerah di atasnya. Ia sedang berada di
balkon, tidak bisa tidur meskipun semua yang telah terjadi hari itu, toh
dia juga tidak ingin tidur. Dengan musnahnya organisasi, untuk pertama
kalinya dalam hidupnya, ia merasa bebas, tenang, sama seperti
orang-orang lain.
Momen itu terusik ketika seseorang membuka pintu kamarnya. Shinichi
berdiri di sana, bernapas terengah-engah, tampaknya ia baru saja
berlari.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Ai keheranan.
“Aku mencarimu, tahu! Dengar, aku tidak bisa lama, Ran pasti akan shock
kalau aku mendadak hilang lagi, meskipun sebentar, dan kalau bisa, aku
tidak ingin polisi mengetahui keberadaanmu di sini.”
“Keberadaanku diketahui polisi?” Ai menyipitkan matanya, meremehkan, “memangnya apa yang polisi akan lakukan padaku? Aku
hanyalah Ai Haibara, anak yatim piatu yang diangkat profesor Agasa, sama
sekali tidak ada keterlibatan dengan Organisasi, kecuali sebagai
korban mereka. Kecuali kau mau melaporkanku pada mereka, dan untuk
itupun, kau tidak punya bukti. Semua obat yang mereka buat, usaha
organisasi ‘melawan kematian’, percobaan mereka terhadap manusia,
itupun sudah musnah dalam kebakaran beberapa jam yang lalu. Demikian
juga dengan Conan Edogawa,” Ai menambahkan, tersenyum menyindir, “jadi
apa yang kau- “
Kata-katanya terhenti saat Shinchi menyerahkan cairan berwarna perak
kehijauan ke arahnya dalam botol kaca kecil. Matanya terbelalak.
“Itu…dari mana kau dapatkan?”
“Beruntung bagimu. Aku masih sempat menyimpan satu cadangan. Vermouth
menghancurkan ratusan lainnya, sebelum dia tewas. Ini untukmu, Shiho
Miyano.” Ujar Shinichi, memanggil Ai dengan nama aslinya.
Ai menerima botol tersebut. Pikiran-pikiran berkelebat dalam dirinya.
Bagaimana Ayumi menangis karena kehilangan Conan. Bagaimana Genta dan
Mitsuhiko juga tampak terpukul. Hari-hari normal yang mereka jalani
bersama sebagai ‘Grup Detektif Cilik’. Lalu, kehidupannya di masa lalu.
Bagaimana ia tidak pernah mengenal ibunya, bahkan ayahnya pun selalu
bersikap dingin terhadapnya, meskipun ia tahu itu demi keselamatannya
sendiri. Bagaimana kakaknya, selalu berusaha bersikap ceria di depannya
namun diam-diam menjalankan misi rahasia untuk membebaskan dirinya dari
Organisasi, dan akhirnya terbunuh. Bahkan sebagai anak kecil,
takdirnya telah ditentukan oleh Organisasi saat mereka menyadari ia
memiliki bakat yang tidak dimiliki kakaknya, dan ia tidak punya pilihan
lain kecuali melayani Organisasi seumur hidup. Kemudian, sesudah
meminum obat itu, ia bertemu Conan. Ia bertemu Ayumi, Genta, dan
Mitsuhiko, dan berkesempatan mengulang kembali, bagaimana rasanya
menjadi anak-anak yang normal, tanpa ketakutan….
PRANG! Ai melemparkan botol tersebut keluar jendela, dan benda itu jatuh
berkeping-keping di atas tanah. Shinichi memandangnya tidak percaya.
“Kau….”
“Conan Edogawa sudah mati hari ini, demikian juga Shiho Miyano. Yang
tersisa adalah Shinichi Kudo dan Ai Haibara.” Gadis berambut cokelat itu
tersenyum, ekspresinya penuh keyakinan.
Shinichi memandangnya, balas tersenyum, “jadi ini pilihanmu? Kalau
begitu, selamat mengerjakan tugas-tugas anak SD.” Ia berkata sambil
bercanda.
“Aku akan berusaha supaya tidak terlalu menonjol di kelas,” kata Ai.
“Anak-anak itu sudah kehilangan kau, tahu, aku tidak akan membiarkan
mereka kehilangan seorang lagi.”
“Kalau begitu, tolong jaga mereka. Mereka bisa menjadi detektif…suatu
hari kelak.” Shinichi berpesan seraya melambaikan tangan dari balik
pintu.
“Shinichi,” kata Ai untuk terakhir kalinya. Detektif tersebut menoleh.
“Kau dan Ran…semoga beruntung. Sampaikan salamku untuknya.”
Shinichi mengangguk, dan bergegas pergi. Ai kembali berjalan ke balkon, dan berkata menghadap langit.
Ayah…Ibu…Kakak…
“Maaf ya, aku tidak bisa memakai nama pemberian kalian. Tapi kali ini
aku memiliki kesempatan kedua. Aku akan bisa memenuhi permintaan kalian,
untuk hidup dengan baik…dan normal…Tapi aku takkan melupakan kalian.
Terima kasih.”
Shiho Miyano, atau lebih tepatnya, Ai Haibara, mengelap bagian sudut matanya yang basah, sebelum kembali ke dalam kamarnya.
-End of flashback-
Tanpa terasa, gadis berambut cokelat tersebut telah tiba di depan rumah.
Rumah bercat putih yang familiar. Dia tidak mengetok pintu tentu saja,
toh dia tinggal sendiri di situ. Semenjak kematian Profesor Agasa
beberapa tahun lalu, ia mendapatkan rumah tersebut. Rumah itu menyisakan
banyak kenangan untuknya. Mobil van lama milik Profesor masih tersisa
di garasi, meskipun tidak ada yang mengemudikannya, Ai tidak berminat
menjualnya dalam waktu dekat. Dia baru hendak membuka pintu, ketika,
terdengar seseorang meloncati pagarnya.
“Aduh!” teriak anak laki-laki kecil tersebut, tampaknya ia tidak mengira
bahwa ia akan mendarat di atas semak-semak. Anak itu terperanjat
melihat Ai, tidak menyangka akan tertangkap basah.
“Wah wah wah…Conan, apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Ai pada anak berusia 7 tahun tersebut.
“Aku sedang bersembunyi, Kak, tolong sembunyikan aku-“
“Tolong tangkap dia!” terdengar suara seorang wanita berkata. Ai
menoleh, dan menyaksikan Ran Kudo – seorang wanita berusia 27 tahun, ibu
rumah tangga, sekaligus juga tetangga sebelah rumah. Anak laki-laki
itu bersembunyi di balik badan Ai.
“Aku tidak mau, Ibu menyeramkan!” teriak anak bernama Conan tersebut. Ran, bagaimanapun, berhasil menangkapnya.
“Kau nakal sekali sih!” omel Ran pada anak tersebut, dan kemudian berpaling, meminta maaf pada Ai. “Maaf, anak ini mengganggu.”
“Tidak apa-apa,” kata Ai tersenyum, melihat anak dan ibu tersebut. Conan
Kudo, demikian nama anak tersebut, anak tunggal dari pasangan Shinichi
dan Ran, benar-benar mewarisi nama yang diberikan padanya. Wajahnya
mirip dengan Shinichi sewaktu kecil, tentu saja, namun ia memiliki
kelainan pada matanya yang menyebabkan ia harus selalu memakai kacamata.
Entah apa yang ada di pikiran Shinchi saat memberinya nama, batin Ai
dalam hati. Orang yang mengenali Conan Edogawa, sepuluh tahun yang lalu,
semuanya berkata bahwa anak ini benar-benar menyerupai anak tersebut,
seolah terlahir kembali.
“Ran! Conan! Kalian di sini?” terdengar suara pria bertanya. Dari balik
pagar pembatas kedua rumah, kemudian, terlihat kepala Shinichi
menyembul.
“Ayah!”
“Shinichi… bukannya kau ada pekerjaan?” tanya Ran.
“Oh, kasus itu kuserahkan pada polisi, hari ini aku memutuskan pulang
cepat.” Ujar Shinichi. Penampilannya tidak berubah semenjak sepuluh
tahun lalu, kecuali raut mukanya bertambah dewasa.
“Hari ini ada peringatan, kan?” Shinichi bertanya pada Ai, “kalian juga akan ke sana?”
“Yah, aku akan ke tempat Ayumi, rencananya,” Kata Ai, “kalau ingin pergi, lebih baik kita pergi bersama-sama saja.”
“Peringatan?” tanya Conan, tidak mengerti.
“Iya, kurasa sebaiknya kita ikut pergi, Conan juga ikut.” kata Ran, melupakan
kemarahannya pada anak tersebut.
“…?”Conan hanya kebingungan sendiri.
-xxx-
Di atas bus, sejam kemudian.
“Aku tidak menyangka kalian juga akan ikut,” kata Ayumi, kepada keluarga Kudo, “untunglah Ai mengajak kalian!”
Penampilan Ayumi telah berubah dalam sepuluh tahun terakhir ini. Ia
memanjangkan rambutnya, dan mengikatnya di belakang seperti ekor kuda.
Tubuhnya juga tampak lebih atletis, karena ia mengikuti estrakurikuler
tenis di sekolahnya. Di sampingnya duduk Genta, yang juga teman
sekelasnya. Genta tidak lagi gemuk seperti dulu, tubuhnya tetap besar,
namun berotot, sebagai hasil dari kegiatan judo yang dia lakukan secara
rutin.
“Apa boleh buat, bagiku Conan sudah seperti adik sendiri… meskipun, aku
tidak bisa selalu memperingati peristiwa ini tiap tahun. Ia beruntung
punya teman-teman seperti kalian.” Kata Ran.
“Eh, kakak,” tanya Conan kepada Genta yang duduk di sebelahnya, “kenapa mereka menyebut-nyebut namaku segala?”
“Oh iya, Conan belum tahu ya?” tanya Ayumi, mengelus kepala anak kecil
tersebut, “kau itu diberi nama sesuai dengan teman kami, salah seorang
anggota ‘Grup Detektif’.”
“Lalu?” tanya Conan polos, “di mana dia sekarang?”
Ayumi tidak menjawab pertanyaan tersebut, melainkan tersenyum,
pandangannya menerawang.
“Kita akan mengunjunginya…sekarang.”
Untuk anak seusianya, Conan tergolong anak yang cerdas. Ia mengambil
kesimpulan apa yang terjadi, dan tidak bertanya sepanjang perjalanan tersebut.
Di bagian belakang bus, Mitsuhiko duduk bersebelahan dengan Ai, yang memandang jendela dengan ekspresi bosan.
“Ayumi masih memikirkannya juga, ya…” ujarnya, memulai pembicaraan.
“Si bodoh itu,” kata Ai, pandangannya tidak beranjak dari jendela. Namun
ia sengaja mengeraskan suaranya, karena ia tahu, Shinichi, yang hanya
berjarak beberapa bangku dari mereka, pasti dapat mendengarnya, “mati
begitu saja…tidak memikirkan orang-orang yang dia tinggalkan….”
“Hei…” Mitsuhiko menegurnya, “aku yakin, sebenarnya Conan juga tidak
ingin meninggalkan kita, sesekali bersikap baiklah padanya, toh dia
sudah mati.”
Kau tidak tahu yang sebenarnya kan, Mitsuhiko? Ai tidak berkata apa-apa.
-xxx-
“Jadi di sini?”
Mereka berada di tengah-tengah tempat terpencil di pinggiran kota. Untuk
sampai ke sana, memakan waktu lima belas menit berjalan kaki dari
pemberhentian bus terakhir.
Di sana, di tengah-tengah rerumputan yang berdiri liar, dan reruntuhan
bekas pabrik, terdapat sebuah makam kecil bertuliskan ‘Conan Edogawa’.
“Benar. Kami selalu berkunjung ke sini setiap tahun.” Kata Ayumi, “dia
teman kami, sangat pemberani, sangat cerdas… dia meninggal karena
terlibat kasus. Dia sangat mirip denganmu…”
Ai memandang sekilas pada Ayumi, yang menceritakan kisah tersebut pada
Conan. Genta dan Mitsuhiko bergantian memberi bunga, demikian juga Ran,
yang berlama-lama di depan makam tersebut. Ia memandang ke arah
Shinichi, yang sama seperti dirinya, memiliki alasan berbeda untuk
berada di sini. Bagi Shinichi, hari ini mungkin hari bersejarah baginya,
di mana ia berhasil menumpas Organisasi. Meskipun begitu, raut mukanya
masih mencerminkan rasa bersalah setiap kali melihat makam tersebut,
dan hal itu cukup membuat Ai puas. Dia sendiri memiliki alasan berbeda
untuk berada di sini.
“Ng? Ai, kau mau ke mana?”
“Berjalan-jalan sebentar.” Ujar gadis berambut cokelat tersebut,” aku akan segera kembali.”
Ai berjalan mendekati reruntuhan pabrik tersebut, semakin jauh ke dalam.
“…seseorang yang berarti bagiku meninggal hari ini,” demikian kata-katanya pada Mitsuhiko, dan dia tidak berbohong.
-Flashback-
“Shuichi. Shuichi!” teriak Ai, menggoncangkan tubuh agen tersebut. Tubuh
pria tersebut tergeletak di lantai, darah mengalir keluar darinya.
“Shiho. Cepat keluar, pabrik ini akan segera terbakar.” Kata pria tersebut pelan.
“Bagaimana denganmu?” tanya Shiho Miyano.
“Sudah terlambat. Gin berhasil mengenaiku, sisi baiknya, dia juga
terbunuh. Di sekitar tempat ini, tidak ada rumah sakit…bahkan kalau aku
berhasil keluar dari tempat ini, semuanya sudah terlambat.” Suara
Shuichi melemah, dan ia memejamkan mata. “Lagipula, aku tidak punya
penyesalan. Dendam kakakmu berhasil dibalaskan, kan?”
“Shuichi…” Shiho merasakan kata-katanya tertahan, ketika tangan pria itu mengusap rambutnya.
“Kau sama saja dengan kakakmu, mencemaskan orang lain. Dunia tidak adil,
kalian berdua hanya menjadi korban… baik kau maupun kakakmu,
seharusnya berhak mendapatkan kesempatan… kehidupan yang lebih baik.
Aku tidak bisa menyelamatkannya… tapi dia pasti ingin kau selamat.
Pergilah.”
Shiho menyaksikan untuk beberapa saat, dengan perasaan horor, ketika
tubuh tangan Shuichi terkulai lemas, dan tubuhnya berhenti bergerak. Air
mata mengaliri wajahnya. Dengan segera, ia bangkit berdiri, berlari
menuju pintu keluar seperti yang diminta, tanpa sedikitpun berbalik ke
belakang.
-End of Flashback-
“Jika bukan karenamu…aku tidak akan berada di sini sekarang. Terima kasih,”
Ai meletakkan sekuntum bunga di reruntuhan tersebut.
-xxx-
Langit sudah semakin senja, dan burung-burung beterbangan kembali ke sarang mereka masing-masing. Ai masih belum kembali.
“Ai lama sekali,” kata Ayumi, “bus terakhir akan berangkat tidak lama lagi, bagaimana kalau terlewat?”
“Akan kucari dia,” Mitsuhiko menawarkan diri. Sebelum teman-temannya
sempat memprotes, ia sudah beranjak pergi terlebih dahulu, meskipun, dia
tidak punya ide ke mana harus mencari gadis berambut cokelat tersebut.
Ai Haibara. Gadis itu selalu ‘menghilang’ setiap kali mereka
melakukan kunjungan ke makam Conan, meskipun kembali tidak lama
kemudian, tanpa memberitahu yang sebenarnya dia lakukan. Jika Ayumi atau
Genta terkadang bertanya, ia selalu memberikan jawaban sekenanya.
Mitsuhiko mengenalinya semenjak kecil, dan gadis itu selalu dipenuhi
rahasia. Dia selalu tampak tenang, dewasa, dan misterius…
Kematian Conan pasti sangat mempengaruhinya, soalnya mereka berdua sama-sama terlibat kasus tersebut,
pikir Mitsuhiko. Tidak seperti Ayumi yang terang-terangan tampak
sedih, atau Genta yang marah… Ai tampak seolah tidak terpengaruh.
Malah, semenjak kematian Conan, ia menjadi lebih terbuka, lebih riang
terhadap mereka, seolah-olah membuat mereka melupakan peristiwa
tersebut.
Kenapa dia selalu merahasiakan semuanya dari kami? Batin
Mitsuhiko. Ia berjalan mendekati reruntuhan, dan pemandangan yang dia
saksikan membuat ia melupakan semua pikirannya sebelumnya.
Gadis berambut cokelat itu berdiri di tengah-tengah reruntuhan, wajahnya
menengadah menatap langit senja, rambutnya berkibar di tiup angin.
Pemuda tersebut merasakan dadanya berdesir. Ai selalu terlihat seperti
itu… Menjaga jarak dan sendiri, kesepian… dan hal itulah yang
membuatnya sangat tertarik padanya. Dia kelihatannya butuh teman tempat
berbagi, dan Mitsuhiko dengan senang hati bersedia melakukan itu
untuknya.
Menyadari sedang diawasi, Ai menoleh tepat ke arah pemuda tersebut.
Mitsuhiko salah tingkah, dia tidak bisa berpura-pura tidak berada di
situ, meskipun ia yakin Ai tidak suka privasinya diganggu. Pada akhirnya
ia hanya berseru.
“Ai! Kami mencarimu, sudah waktunya pulang!”
Gadis tersebut mengikutinya tanpa berkata sepatah kata, dan mereka berdua berjalan bersama menuju ke tempat semula.
“Ai,” tanya Mitsuhiko akhirnya,”sebenarnya, apa yang kau lakukan di sana?”
“Mengunjungi makam,” jawab Ai singkat, dan jujur. Mitsuhiko tidak bertanya lebih jauh.
Mereka akhirnya sampai ke tempat semula, di mana yang lain sudah
menunggu. Perjalanan kembali ke terminal berlangsung singkat. Tanpa
terasa, mereka sudah berada kembali di atas bus, dalam perjalanan pulang
menuju ke rumah.
Ai melihat sekilas dari jendela, reruntuhan pabrik di kejauhan tampak
mengecil, sebelum menghilang di kejauhan, tidak lebih dari sisa-sisa
masa lalu yang dia tinggalkan, namun akan selalu tetap berada di sana…
Gadis itu memejamkan matanya, merasa damai, dan tertidur tidak lama
kemudian. Kepalanya bersandar ke bahu seseorang di sebelahnya. Ayumi
yang melihat pemadangan tersebut, tidak membuang kesempatan untuk
memfoto mereka berdua.
Ai dan Mitsuhiko, tertidur di bagian belakang bus, kepala mereka saling bersandar satu sama lain.
Bus meluncur dengan tenang sepanjang perjalanan malam itu.
-END-
Bagus kan? Ending yg keren bgt!
http://aboutmeitanteiconan.blogspot.com/2010/07/fanfic-ending-conan-yang-bagus-dan.html